Bansos 'Belum Optimal', Mengapa Jokowi Kembali Janjikan Kartu Sakti?
Berita Terkini - Implementasi tiga `kartu sakti` yang diterbitkan Presiden Joko Widodo pada 2014 dalam program bantuan sosial bidang pendidikan hingga kesehatan dinilai masih bermasalah. Namun Jokowi kini kembali menjanjikan tiga kartu sakti baru. Persoalan teknis di lapangan dianggap tak sepatutnya menghambat bantuan sosial untuk masyarakat kelas bawah.
Setelah memenangkan Pilpres 2014, Jokowi menerbitkan Kartu Indonesia Pintar (KIP), Kartu Indonesia Sehat (KIS), dan Kartu Keluarga Sejahtera (KKS).
Pada Minggu (24/2) lalu – dua bulan menjelang Pilpres 2019 – Jokowi mengkampanyekan tiga kartu baru, yaitu KIP Kuliah, Kartu Pra-kerja, dan Kartu Sembako Murah.
Menurut peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Lais Abid, Jokowi semestinya lebih dulu memperbaiki tata kelola pelaksanaan program jaminan sosial yang telah berjalan. Jika hanya berfokus menggulirkan program baru, kata Lais, pemerintah justru memperpanjang daftar persoalan.
"Sepanjang implementasi program lama tidak efektif, tidak afdol pemerintah menambah program baru. Itu akan menimbulkan masalah baru karena program lama belum maksimal," ujarnya saat dihubungi, Selasa (26/02).
Kajian ICW terhadap KIP tahun 2018 menyebut 41,9% anak dari keluarga tidak mampu di Medan, Yogyakarta, Blitar, dan Kupang belum menerima KIP.
Selain karena minim sosialisasi, pemerintah disebut menggunakan data penduduk miskin yang tidak akurat.
Namun pemerintah menganggap persoalan ini dapat tuntas jika masyarakat secara aktif melibatkan diri dalam implementasi program bantuan sosial.
Pemerintah mengklaim menyediakan ruang pendaftaran dan pelaporan untuk warga miskin yang belum terjamah tiga kartu sakti Jokowi.
Hal itu diutarakan Deputi Koordinasi Pendidikan dan Agama di Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Agus Sartono.
"Untuk KIP, ada mekanisme di komite sekolah dan musyawarah desa. Seorang anak dapat terdeteksi kalau dia berasal dari keluarga tidak mampu.
"Pemerintah mengundang partisipasi masyarakat. Sebaliknya kalau ada yang dapat tapi seharusnya tidak, itu juga bisa dikoreksi," kata Agus.
Walau dianggap terbukti menutup lubang pengeluaran masyarakat ekonomi lemah, distribusi dan pencairan dana tiga kartu sakti Jokowi disebut juga bermasalah.
Peneliti ICW, Lais Abid, mengatakan, di sejumlah daerah kartu ini tidak dipegang langsung oleh si penerima manfaat, tapi pihak ketiga, antara lain pengurus sekolah atau pejabat.
Artinya, kata Lais, terdapat potensi penyelewenangan dana. "Banyak capaian target yang sebenarnya tidak sesuai fakta di lapangan."
"Bukan hanya terjadi pada KIP, tapi juga kartu yang lain karena basis datanya sama. Keluarga miskin yang mendapatkan KIP kan seharusnya juga mendapatkan KIS," ujar Lais.
Apa saja tiga kartu sakti baru Jokowi?
Juru bicara Tim Kampanye Jokowi, Ace Hasan Syadzily, mengklaim Jokowi bakal menganggarkan lebih banyak uang untuk bantuan sosial.
Ace mengatakan, jika memenangkan Pilpres 2019, Jokowi akan mengalihkan fokus dari pembangunan infrastruktur ke pengembangan sumber daya manusia.
Realisasinya, kata Ace, melalui tiga program baru yang selama ini tidak terjangkau sistem jejaring bantuan sosial.
"Kami harus tunjukkan program yang lebih realistis dan dapat diterapkan. Ini program paling solutif di tengah masalah dasar masyarakat," klaim Ace.
Belum ada rencana detail terkait implementasi KIP Kuliah, Kartu Pra-kerja, dan Kartu Sembako Murah. Ace beralasan, rincian teknis program baru dapat dibahas dalam perancangan anggaran tahun depan.
Kartu Sembako Murah diklaim akan diselaraskan dengan program bantuan sosial non-tunai yang selama ini dijalankan Kementerian Sosial.
Sementara Kartu Pra-kerja dijanjikan bagi lulusan perguruan tinggi yang kesulitan mendapatkan pekerjaan. Ace berkata, kartu menargetkan pelatihan kerja bagi generasi milenial.
Adapun, KIP Kuliah diklaim sebagai perpanjangan bantuan sosial yang selama ini hanya berlaku untuk pendidikan dasar hingga menengah.
Sebelum wacana ini bergulir, pemerintah sebenarnya beasiswa Bidik Misi untuk mahasiswa dari keluarga tak mampu.
"Dua hingga tiga tahun terakhir, rekrutmen penerima Bidik Misi telah menggunakan data pemegang KIP. Program ini akan kami matangkan," kata Agus Suparto. [viva]
Tidak ada komentar