Breaking News

Tiga Alasan, Ahok Layak Dicurigai Lakukan Penyalahgunaan Wewenang


POS-METRO.COM - Ketua Solidaritas Aksi Perubahan Untuk Jakarta (SAPU Jakarta), Harry Ara Hutabarat,? mencium gelagat penyalahgunaan wewenang Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). ?

Menurut dia, setidaknya ada tiga perbuatan petahana yang mengarah kepada penyelagunaan wewenang demi mempertahankan kursi DKI-1 periode 2017-2022.?

"Pertama, kejadian di Pulau Seribu (penistaan agama Ahok) yang memicu resistensi publik diindikasikan melanggar Undang-Undang," kata Ara kepada TeropongSenayan, Jakarta,? Selasa (18/10/2016).?

Dikatakan Ara, pernyataan tersebut disampaikan Ahok dalam statusnya sebagai kepala dearah aktif dan sekaligus menyandang status petahana yang kembali berhasrat mempertahankan kekuasaanya.?

Kedua, lanjut dia, Ahok belum dapat dikategorikan sebagai calon sepanjang belum ditetapkan secara absah oleh KPU.

"Permasalahannya bukan sebagai calon, melainkan sebagai Gubernur aktif yang telah didaftarkan sebagai calon Gubernur DKI Jakarta terindikasi menggunakan jabatan dan kewenangannya sebagaimana kejadian di Pulau Seribu," ungkapnya.?

Dengan demikian, menurut Ara, Ahok jelas tengah memanfaatkan menggunakan program atau kegiatan kedinasan sebagaimana terekam melalui video.

"Dalam rekaman video tersebut memuat ucapan mengandung ajakan memilih, seperti terekam pada kalimat "pilih saya..." dan seterusnya. Substansi kalimat yang bersangkutan terindikasi mengajak/menggiring orang untuk memilih dirinya," beber Ara merujuk pada ucapan Ahok dalam video yang sudah beredar luas.?

Penyataan Ahok tersebut, kata Ara, dilakukan sebelum penetapan pasangan calon oleh KPU, alias belum masuk pada tahapan kampanye.

"Sementara yang bersangkutan masih aktif (belum cuti) sebagai Gubernur DKI Jakarta," katanya.?

Karenanya, tambah Ara, apa yang dilakukan Ahok terindikasi kuat melanggar Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 Pasal 71 ayat (3) dan ayat (5).

"Ayat 3 menyebut, Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati, dan Walikota atau Wakil Walikota dilarang menggunakan kewenangan, program, dan kegiatan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon baik di daerah sendiri maupun di daerah lain dalam waktu 6 (enam) bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan penetapan pasangan calon terpilih," urai Ara.

Selanjutnya, kata dia, dalam ayat 5 disebutkan, dalam hal Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati, dan Walikota atau Wakil Walikota selaku petahana melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), petahana tersebut dikenai sanksi pembatalan sebagai calon oleh KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota.

"Nah, sekarang pertanyaannya untuk Bawaslu DKI Jakarta, bagaimana dalam pengawasan Pemilu atau Pilkada?. Ada dua saluran dalam penindakan dugaan pelanggaran, yaitu saluran laporan dan temuan pengawas pemilihan," terang Ara.

"Atas kejadian pada tanggal 27 September 2016 di Kepulauan Seribu, apakah terdapat temuan dugaan pelanggaran oleh Pengawas Pemilu?. Sejauh ini apakah terdapat laporan dugaan pelanggaran Pilkada di DKI Jakarta?," tegas Ara.

"Jika terdapat temuan atau laporan dugaan pelanggaran, sudah sejauh mana penyelesaiannya?. Ingat, kasus ini sudah memicu resistensi publik terhadap Ahok," pesan Ara.? [ts]

Tidak ada komentar