Duka Walikota, Pemkot Terus Bergerak Cepat atasi Banjir
Kerisauan Walikota Bengkulu H Helmi Hasan akan banjir yang melanda sebagian wilayah administrasinya kian membesar.
Banjir 'rutin' di area Kecamatan Muara Bangkahulu yang terjadi sejak puluhan tahun lalu ketika hujan besar melanda tersebut membuat orang nomor satu di Kota Bengkulu itu terus berikhtiar untuk menihilkan dampak bencana yang terjadi.
"Pemkot Bengkulu yang dikomandoi Wakil Wali Kota Bengkulu, Dedy Wahyudi sudah bergerak. Dengan mengoptimalkan perangkat daerah, baik itu Lurah, Camat dan semua OPD untuk membantu korban banjir," kata Helmi Hasan kepada jurnalis, Selasa (30/4/2019).
Ia menjelaskan, Pemerintah Kota juga telah melakukan sinergi dengan BPBD, BNPB dan pihak terkait untuk penanganan korban banjir.
"Kedua, Pemkot terus melanjutkan program nasi bungkus untuk korban banjir. Semua OPD dan masyarakat dilibatkan," kata Helmi dengan nada duka terhadap musibah yang menimpa warganya.
Ketiga, Helmi melanjutkan, Pemkot juga memberikan santunan duka untuk korban meninggal akibat banjir di Kota Bengkulu.
"Untuk mengatasi banjir dibutuhan sinergi semua pihak. Untuk itu Pemkot akan membangun sinergi dengan Pemkab Benteng. Sebab, penanganan banjir ini harus diawali dari hulu. Maraknya penebangan hutan, tambang batubara dan pendangkalan daerah aliran sungai harus selesai terlebih dahulu," ungkap Helmi.
Kelima, Helmi menambahkan, setelah masalah di hulu diselesaikan, barulah Pemkot membuat waduk.
"Saya sudah berkomunikasi dengan Direktorat Jenderal Sumber Daya Air dan dibutuhkan anggaran Rp300 miliar untuk pembuatan waduk. Pemkot Butuh 11 hektar lahan untuk waduk. Karena itu butuh kerelaan dari warga agar lahannya bisa digunakan untuk membangun waduk. Namun, Lahan tetap milik warga dan silahkan nanti digunakan untuk budidaya ikan," tukas Helmi.
Sebagai informasi, banjir 'rutin' di area Kecamatan Muara Bangkahulu Kota Bengkulu terjadi akibat penggunaan Kawasan Hutan di hulu Sungai Bengkulu sebagai kawasan budidaya dan kegiatan non kehutanan.
Perencanaan Ruang yang tidak sesuai dengan pemanfaatan ruang ini menjadi faktor utama dalam terjadinya bencana ekologis tersebut, kawasan hutan yang fungsinya sebagai kawasan lindung penyangga kehidupan kawasan hilir dan tengah diperuntukan sebagai kawasan budidaya yang sangat jelas tidak sesuai dengan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup yang berdampak besar kepada landscape bagian tengah dan hilir.
Bencana ekologis berupa banjir dan longsor terjadi hampir di setiap titik yang berada di kawasan hilir Provinsi Bengkulu disebabkan dengan kekritisan dan degradasi landscape Bukit Barisan yang melintasi Provinsi Bengkulu.
Degradasi dan kekritisan kawasan hutan yang berada pada landscape bukit barisan tersebut mencapai angka 80 persen yang disebabkan oleh berbagai faktor antara lain aktivitas operasi produksi pertambangan batu bara dalam kawasan Hutan yang semakin masif meliputi HL. Bukit daun, HP Rindu Hati 1&2, HP Semidang Bukit Kabu, HPT Bukit Badas, HL Bukit Gasing.
Lebih parahnya lagi terdapat pertambangan di dalam Hutan Konservasi Semidang Bukit Kabu serta masifnya perkebunan sawit skala besar di dalam kawasan hutan.
Ditambah lagi sedimentasi dan/atau pendangkalan Daerah Aliran Sungai (DAS) tidak mampu lagi menahan laju arus air dari kawasan hulu.
Sedimentasi DAS tersebut disebabkan dengan limbah-limbah hasil pencucian batu bara yang hanyut melalui Sub DAS dan Anak Sungai secara terus menerus dan limbah beberapa perusahaan Industri ekstraktif lainnya CPO dan karet, serta sampah rumah tangga.
Dalam hal ini penting bagi pemerintah untuk melakukan restorasi dan penghentian pemberian izin serta pemanfaatan pada kawasan lindung di Provinsi Bengkulu.
Pemerintah Kota Bengkulu yang selama ini ingin membangun waduk di bagian hilir idealnya harus berkoordinasi kepada Pemerintahan Kabupaten Bengkulu Tengah untuk sama-sama memperbaiki terlebih dahulu Kawasan Hulu.
Dengan demikian, pembangunan waduk di bagian hilir akan bermanfaat.
Hematnya, selesaikan masalah di hulu terlebih dahulu karena kawasan hutan merupakan pusat lingkungan hidup sebagai penyerap air ketika curah hujan datang. [**]
Tidak ada komentar