Strategi Salah, PSI dan Partai Baru Lain Terancam Tak Lolos Parlemen
NUSANEWS - Salah menerapkan strategi dan menempatkan diri dalam panggung politik Tanah Air membuat partai-partai baru, seperti Partai Solidaritas Indonesia (PSI) diprediksi tidak lolos parlemen. Sebagai partai baru, seharusnya PSI dan partai lainnya bisa menempatkan diri sejajar dengan partai-partai lama yang sudah mapan.
Hal itu dikatakan pengamat politik Ari Junaedi di Jakarta, Kamis (21/3/2019). Dia menanggapi hasil survei Litbang Kompas yang menyebutkan tidak satu pun parpol baru yang berlaga pada Pemilu 2019 berhasil lolos syarat ambang batas batas perolehan suara untuk mendapatkan kursi parlemen (parliamentary threshold/PT) sebesar 4%.
Menurut survei itu, elektabilitas PSI hanya sebesar 0,9%, Partai Berkarya 0,5%, Partai Garuda 0,2%, dan Partai Perindo 1,5%. Survei juga menunjukkan Partai Hanura, yang saat ini memiliki kursi di DPR terancam gagal kembali mendapatkan kursi di Senayan. Elektabilitas Partai Hanura hanya berkisar 0,9%.
Sementara, partai lama yang berpotensi tidak lolos parlemen pada 2014-2019, antara lain PBB dan PKPI. Elektabilitas partai itu masing-masing sebesar 0,4% dan 0,2%. Partai lama yang belum �aman� adalah Partai Nasdem, PPP, dan PAN. Elektabilitas Partai Nasdem sebesar 2,6%, PPP 2,7%, dan PAN 2,9%. Partai-partai itu masih dalam rentang margin of error survei, yakni 4%.
Mengapa partai baru sulit untuk mendapatkan kursi di parlemen. Menurut Ari karena partai-partai itu melakukan positioning dan branding strategy yang salah.
Dikatakan, banyak kalangan yang sebenarnya berharap banyak terhadap PSI dan partai-partai baru agar bisa membawa perubahan. �Saya termasuk orang yang menaruh harapan besar terhadap PSI pada awal partai itu berdiri. Namun, di tengah-tengah perjalanannya, PSI kerap mengeluarkan blunder-blunder yang tidak perlu,� kata Ari.
Bahkan, kata Ari, PSI kerap mengganggu soliditas di koalisi partai-partai pendukung Jokowi. �Misalnya, pernyataan tentang perda syariah dan poligami yang masuk dalam ranah filosofis keagamaan. Itu sebaiknya tidak disentuh PSI di awal kampanye,� ujarnya.
Dia juga menyarankan agar partai-partai baru lincah bermanuver di pusaran-pusaran isu-isu nasional tanpa membuat permusuhan dengan partai-partai lain. PSI, misalnya, harus lebih percaya diri bermain di isu-isu milenial mengingat captive market mereka ada di kalangan milenial atau pemilih pemula.
Selain itu, ujarnya, PSI masih tidak bisa menempatkan diri sebagai partai baru yang sejajar dengan partai-partai mapan, seperti PDIP, Partai Gerindra, Partai Golkar, dan PKB. �PSI terkesan kurang santun dalam berpolitik serta tidak bisa melepaskan diri dari gaya anak muda yang temperamental,� tegasnya.
SUMBER
Tidak ada komentar