Breaking News

PSI Partai Baru yang Paling Ditolak


NUSANEWS - Hasil survei terbaru Litbang Kompas menunjukkan tidak ada satu pun partai pendatang baru di Pemilu 2019 yang lolos ambang batas parlemen (PT) 4%. Survei juga memperlihatkan ada resistansi (penolakan) masyarakat terhadap partai-partai tersebut.

Angka resistansi tersebut justru lebih tinggi dari elektabilitas partai-partai baru itu. PSI menjadi partai baru yang paling tinggi resistansinya atau dengan kata lain paling ditolak masyarakat. Dengan elektabiltas 0,9%, resistansi masyarakat terhadap partai baru pimpinan Grace Natalie itu ditolak oleh 5,6% masyarakat.

Setelah PSI, partai baru lain adalah Perindo dengan elektabilitas 1,5% dan resistensi sebesar 1,9%. Kemudian, Partai Berkarya dengan elektabilitas 0,5% dan resistensinya 1,3%. Terakhir, Partai Garuda memiliki elektabilitas 0,2% dengan resistensi 0,9%.

Survei juga menunjukkan Partai Hanura, yang saat ini memiliki kursi di DPR terancam gagal kembali mendapatkan kursi di Senayan. Elektabilitas Partai Hanura hanya berkisar 0,9%.

Sementara, partai lama yang berpotensi tidak lolos parlemen pada 2014-2019, antara lain PBB dan PKPI. Elektabilitas partai itu masing-masing sebesar 0,4% dan 0,2%.

Partai lama yang belum �aman� adalah Partai Nasdem, PPP, dan PAN. elektabilitas Partai Nasdem sebesar 2,6%, PPP 2,7%, dan PAN 2,9%. Partai-partai itu masih dalam rentang margin of error sruvei, yakni 4%.


Menanggapi hasi survei itu, pengamat komunikasi politik Ari Junaedi mengatakan, rendahnya elektabilitas partai-partai baru, seperti PSI, Partai Garuda, Partai Berkarya dan Perindo, adalah wajar dan normal.

�Selain sebagai new comer, positioning dan strategi branding mereka pun terbilang tidak tepat. Hal ini terlihat dari tingginya resistensi mayarakat terhadap partai-partai baru, termasuk PSI, yang dibesut anak-anak milenial,� ujar Ari di Jakarta, Kamis (21/3/2019).

Ari mengatakan, dia termasuk orang yang menaruh harapan besar terhadap PSI pada awal partai itu berdiri. Namun, menurutnya, di tengah-tengah perjalanannya, partai yang pimpinan Grace Natalie tersebut kerap mengeluarkan blunder-blunder yang tidak perlu. Bahkan, PSI kerap mengganggu soliditas di koalisi partai-partai pendukung Jokowi.

�Misalnya, pernyataan tentang perda syariah dan poligami yang masuk dalam ranah filosofis keagamaan. Itu sebaiknya tidak disentuh PSI di awal kampanye. Dengan cara seperti itu, PSI mengobarkan perang dengan kaum mayoritas,� ujar pengajar di Univesitas Indonesia (UI) itu.

Contoh lain, kata Ari, pernyataan PSI yang menyinggung kiprah partai-partai lama terkait pendampingan terhadap gender. �Nyatanya, hal itu sudah digarap oleh partai-partai yang jauh lebih senior,� ujar Ari.

Semestinya, kata Ari, PSI lincah bermanuver di pusaran-pusaran isu-isu nasional tanpa membuat permusuhan dengan partai-partai lain. PSI, kata dia, seharusnya percaya diri bermain di isu-isu milenial mengingat captive market mereka ada di kalangan milenial atau pemilih pemula.

�Ini yang tidak dilakukan. PSI malah membuka front pertempuran dengan partai-partai senior, tidak peduli yang ada di dalam koalisi atau tidak. Mereka juga tidak menggarap intens pasar potensialnya,� papar Ari.

Menurut Ari, PSI masih tidak bisa menempatkan diri sebagai partai baru yang sejajar dengan partai-partai mapan, seperti PDIP, Partai Gerindra, Partai Golkar, dan PKB. �PSI terkesan kurang santun dalam berpolitik serta tidak bisa melepaskan diri dari gaya anak muda yang temperamental,� tegasnya.


SUMBER

Tidak ada komentar