Breaking News

Isu 13 Juta Pengguna Bukalapak Bobol, Kesadaran Keamanan Siber Perlu Ditingkatkan


NUSANEWS - Praktek peretasan password pada media sosial dan marketplace sudah lama dilakukan, namun memang sulit mengukur seberapa banyak korbannya. Karena sering korban pun tidak mengetahui bahwa akunnya diretas.

Dari situs The Hacker News diketahui bahwa Gnosticaplayers mengaku berhasil meretas 890 juta akun dari 32 situs beberapa waktu lalu. 13 juta akun di antaranya dari Bukalapak.

Pihak Bukalapak sendiri mengakui bahwa ada upaya peretasan terhadap situsnnya. Tetapi itu terjadi beberapa tahun lalu. Bukalapak mengklaim bahwa tidak ada data penting seperti user, password, finansial atau informasi pribadi lainnya yang berhasil didapatkan.

Terlepas dari itu, Chairman Communication and Information System Security Research Center (CISSReC) Pratama Persadha menyarankan pengguna Bukalapak saat ini agar mengganti seluruh password akun medsos, marketplace emaill dan platform lain di internet. Karena sering penggunaan password yang sama membuat para peretas dengan mudah mengambil akun medsos dan platform lainnya.

"Jika password benar termasuk data yang dijual, akan sangat berbahaya karena sebuah akun medsos maupun marketplace bisa diganti email, alamat bahkan bisa mengorder sendiri," terang pria kelahiran Cepu itu.

Menurut dia, sebenarnya paling baik ada setiap platform internet mempunyai password yang berbeda.

Terkait keamanan password sendiri, diakui Pratama, memang menjadi
perhatian serius, terutama di Indonesia.

Pada 2017 CISSReC mengadakan penelitian, hasilnya sekitar 58 persen masyarakat perkotaan tidak pernah mengganti password akun aset digital mereka, berupa medsos, email dan lainnya. Padahal di saat yang sama 66 persen tidak mempercayai bahwa marketplace tanah air cukup aman dari peretasan.

Pada Mei 2017 Indonesia mendapat serangan Wannacry dan Kominfo langsung
memberikan panduan agar aman dari serangan malware ganas tersebut. Dari
responden yang mengetahui panduan KOminfo, hanya 33 persen yang
mengikuti.

"Semua fakta ini memberikan pelajaran bahwa keamanan siber sebenarnya
belum benar-benar menjadi bagian kehidupan sehari-hari di masyarakat.
Padahal tiap hari masyarakat berinteraksi dan berkegiatan di dunia
maya." tuturnya.

Secara umum, kata dia, bila tidak diindahkan maka ancaman siber akan semakin
berbahaya. Pratama mencontohkan riset Pricewaterhousecoopers (PWC) Indonesia pada 2018. Hasil riset menunjukan bahwa kerugian dari sektor perbankan akibat ancaman siber mencapai ratusan juta dolar AS, hanya di Indonesia.

"Kelalaian pada faktor sederhana seperti password sangat mengancam
apalagi yang diretas adalah pejabat maupun infrastruktur penting di
tanah air. karena itu perlu kolaborasi serius dari semua pihak, seperti
BSSN, Kominfo, provider dan kampus," pungkasnya.

SUMBER

Tidak ada komentar